Kekuatan Hukum Sertipikat Ganda Yang di Proses Melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Studi Kasus Putusan Nomor :19/G/2023/Ptun. BKL di Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu
DOI:
https://doi.org/10.61104/alz.v3i4.2095Keywords:
Sertifikat Ganda, PPAT, Kepastian Hukum, BPN, Sengketa TanahAbstract
Fenomena sertifikat ganda dalam sistem pertanahan di Indonesia masih sering terjadi akibat kelemahan administrasi, pemalsuan dokumen, serta proses pendaftaran tanah yang tidak transparan, sehingga menimbulkan sengketa dan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan hukum sertifikat ganda yang diproses melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan studi kasus Putusan Nomor 19/G/2023/PTUN.BKL di Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu. Metode penelitian menggunakan pendekatan hukum empiris (socio-legal) melalui wawancara, observasi, dan telaah dokumen guna mengkaji keterkaitan antara hukum dan praktik di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan hukum sertifikat ganda berada pada sertifikat yang pertama kali diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), sementara penyelesaiannya dapat ditempuh melalui klarifikasi ke BPN, gugatan ke PTUN, hingga laporan pidana apabila terdapat unsur pemalsuan. Implikasi penelitian ini menegaskan pentingnya penguatan sistem administrasi pertanahan berbasis digital dan peningkatan profesionalitas PPAT guna mencegah munculnya sertifikat ganda serta mewujudkan kepastian hukum pertanahan yang adil
References
Ajibola, M. O., Awodiran, O. O., & Ogundele, O. J. (2017). Land ownership disputes and double titling in Nigeria: Implications for sustainable development. Journal of African Real Estate Research, 2(1), 45–60.
Ashibly, A., & Marlina. (2024). Buku pedoman penulisan proposal skripsi program studi Ilmu Hukum. Bengkulu.
Bactiar, E. (2018). Pendaftaran tanah di Indonesia dan peraturan pelaksanaannya. Bandung: Alumni.
Boedi, H. (2014). Hukum agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Boone, C. (2019). Legal empowerment and land property rights in Africa: Lessons from Kenya. World Development, 122, 23–34. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2019.05.009
Effendi, P. (2016). Hukum agraria di Indonesia. Bandung: Alumni.
J. Supranto. (2016). Metode riset. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Lemmen, C., van Oosterom, P., & Bennett, R. (2019). Digital land administration: Towards inclusive and sustainable solutions. Land Use Policy, 87, 104024. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2019.104024
Mabogunje, A. (2018). Urban land governance and the role of notaries in Africa. Habitat International, 72, 45–53. https://doi.org/10.1016/j.habitatint.2017.12.006
Prasetyo, B. (2017). Metode penelitian. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Praktik Pengurusan Sertifikat Hak Atas Tanah. (2014). Jakarta: Raja Wali.
Saleh, W. (2016). Hak Anda atas tanah. Jakarta: Balai Aksara.
Sarmah, S. (2018). Blockchain for land registry: A case study for Sweden. Procedia Computer Science, 134, 324–331. https://doi.org/10.1016/j.procs.2018.07.193
Soetono. (2018). Pembebasan pencabutan hak atas tanah. Surabaya: Usaha Nasional.
Suratman, H., & Dillah, P. (2014). Metode penelitian hukum. Malang: Alfabet.
Waluyo, B. (2018). Metode penelitian hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Mutiara Mutiara, Ashibly Ashibly, Andri Zulpan

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.