Penetapan Minimal Dua Alat Bukti dalam Menentukan Status Tersangka melalui Praperadilan
DOI:
https://doi.org/10.61104/alz.v3i4.2002Keywords:
Praperadilan, Dua Alat Bukti, KUHAP, Mahkamah KonstitusiAbstract
Penegakan hukum yang adil menjadi fondasi utama dalam mewujudkan negara hukum yang menjunjung tinggi perlindungan hak asasi manusia dan kepastian hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan ketentuan minimal dua alat bukti dalam penetapan status tersangka berdasarkan Pasal 184 KUHAP serta mengevaluasi efektivitas praperadilan sebagai mekanisme pengawasan terhadap kewenangan penyidik, khususnya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis, berbasis studi kepustakaan melalui analisis undang-undang, putusan pengadilan, literatur ilmiah, dan referensi internasional bereputasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun putusan Mahkamah Konstitusi telah memberikan landasan kuat bagi perlindungan hak tersangka, praktik praperadilan masih menghadapi kendala serius berupa inkonsistensi penerapan, kevakuman norma, dan perbedaan tafsir antarpenegak hukum. Penelitian ini berimplikasi pada pentingnya pembaruan KUHAP dan penerbitan pedoman teknis Mahkamah Agung guna mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan
References
Doni Noviantama, D., Mahsabihul Ardhi, M. H., & Permana, W. P. N. (2024). Analisa hukum penetapan tersangka yang didasarkan alat bukti hasil penyelidikan oleh KPK. Lex Renaissance, 9(2), 256–281. https://doi.org/10.20885/jlr.vol9.iss2.art2
Fajlurrahman, J. (2007). Komisi Yudisial. Kreasi Wacana.
Jackson, J., & Summers, S. (2023). Due process and fair trial rights in comparative criminal procedure. Cambridge University Press. https://doi.org/10.1017/9781009321715
LaFave, W. R. (2021). Principles of criminal procedure. West Academic Publishing.
OECD. (2023). Trust and rule of law: Enhancing judicial effectiveness and access to justice. OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/trust-justice-2023
Radbruch, G. (1946). Gesetzliches Unrecht und übergesetzliches Recht. Revue Internationale de la Théorie du Droit, 1(1), 105–120.
Safira, R., & Hamonangan, A. (2024). Analisis yuridis pembatalan penetapan status tersangka dugaan tindak pidana korupsi dengan alasan tidak didasari alat bukti yang cukup. Postulat, 2(2), 172–177. https://doi.org/10.37010/postulat.v2i2.1748
Saragih, M. B. M. D. (2024). Kewajiban penyidik menghentikan proses penyidikan berdasarkan putusan praperadilan tentang penetapan tersangka yang tidak sah dan tidak berkekuatan hukum. Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum, 4(1), 45–59.
Simanjuntak, N. (2009). Acara pidana Indonesia dalam sirkus hukum. Ghalia Indonesia.
Siregar, B. (1983). Hukum acara pidana. Binacipta.
Subekti. (1955). Dasar-dasar hukum dan pengadilan. Soeroengan.
Tanu Subroto. (1983). Peranan pra peradilan dalam hukum acara pidana. Alumni.
UNODC. (2024). Global study on pretrial justice: Human rights and criminal procedures. United Nations Office on Drugs and Crime. https://www.unodc.org/pretrial-justice-2024
World Justice Project. (2024). Rule of law index 2024: Global report on justice systems. World Justice Project. https://worldjusticeproject.org/rule-of-law-2024
Yunita, N. (2025). Ratio decidendi terhadap penetapan tersangka putusan praperadilan Pengadilan Negeri Serang (Studi putusan praperadilan No. 11/PID.PRA/2023/PN.SRG). Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan, 12(2), 145–167.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Yusup Supriatna, Hartanto Hartanto, Uyan Wiryadi

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.